Kisah Kasih Ibu

Tausiah Islam - Ketika Bunda Cuci Muka Dengan Darah Nifas Putrinya
(Kisah Nyata)
Sebuah kisah nyata yang membikin kami miris saat membacanya. Seorang wanita yang mulai tumbuh dewasa, akhirnya mendaftarkan diri menjadi seorang mahasiswa di salah satu kampus disalah satu kota. Sebagai orangtua, pasti saja berbahagia atas apa yang dicapai oleh putri tercintanya. Terutama sang Ibu, rutin memberikan yang paling baik untuk putra-putrinya.
Baca Juga : Berawal dari Mimpi, Raih Cita-citamu

kisah kasih ibu


Kasih Seorang Ibu


Sang Ibu-pun mengawali memberikan pesan-pesan moral terhadap putrinya supaya senantiasa menjaga diri. Kewajiban orangtua merupakan rutin memberikan bekal materi, nasehat dan do’a. Salah satu pesan seorang Bunda terhadap putri tercintanya adalah, jangan keluar malam, belajar sungguh-sungguh, jangan berpacaran. Sebab yang demikian itu sama dengan menyakiti dan melukai hati kedua orangtua, dan melanggar aliran Rosulullah SAW. Mendengar petuah sang Ibu, mahasiswi itu manggut-manggut, sebagai bukti bakti seorang anak terhadap kedua orangtua. Orangtua terbukti mempunyai hak penuh atas anak-anaknya. Wajar, apabila kemudian seorang Bunda beramanat demikian terhadap putrinya, dan anak-anaknya.
Baca Juga : Apakah itu Ta’aruf?

Di jaman Rasulullah SAW juga ada seorang pemuda melaporkan ayahnya terhadap Nabi SAW terkait dengan hak orangtua atas anaknya, Sebab si ayah mengambil telah harta milik anaknya itu. Rasulullah SAW lantas memerintahkan anak lelaki itu supaya supaya memanggil ayahnya. Ketika berada di hadapan Rasulullah SAW, ditanyakanlah faktor itu.

Kemudian Rosulullah SAW bertanya kepadanya : “Mengapa engkau mengambil harta anakmu,” ?.

Kemudian lelaki itu menjawab dengan agak kesal:“Tanyakan saja kepadanya, ya Rasulullah!. Kemudian orangtuanya sedikit memberikan penjelasan:’’Sebab, uang itu saya nafkahkan untuk saudara-saudaranya, paman-pamannya dan bibinya,”jawab orang tua itu.

Rasulullah SAW kemudian bertanya lagi:, “Ceritakanlah apa yang ada dalam hatimu dan tidak didengar oleh telingamu.”

Maka berceritalah si ayah ini.“Aku mengasuhmu sejak bayi dan memeliharamu waktu muda. Semua hasil jerih-payahku kau minum dan kau reguk puas. Bila kau sakit di malam hari, hatiku gundah dan gelisah lantaran sakit dan deritamu. Aku tidak dapat tidur dan resah, bagai akulah yang sakit dan bukan kau yang menderita. Lalu air mataku berlinang-linang dan meluncur deras. Hatiku takut engkau disambar maut. Padahal aku tahu, ajal pasti bakal datang. Seusai engkau dewasa dan sukses mencapai apa yang kau cita-citakan, kau balas aku dengan kekerasan, kekasaran dan kekejaman. Seolah kaulah pemberi kenikmatan dan keutamaan. Sayang, kau tidak sanggup penuhi hak ayahmu. Kau perlakukan aku semacam tetangga jauhmu. Engkau rutin menyalahkan dan membentakku seolah-olah kebenaran rutin menempel di dirimu, seolah-olah kesejukan bagi orang-orang yang benar telah dipasrahkan.”

Mendengar faktor ini, jadi Rasulullah SAW langsung memerintahkan terhadap si anak, untuk memberikan hak orang tuanya. Hadis di atas menceritakan alangkah besar pengabdian orangtua, jadi orangtua mempunyai hak utama atas anak-anaknya. Seandainya, semua jiwa raga sang anak dikorbankan untuk orang tuanya, tidak bakal lumayan untuk membalas kebaikan dan pengabdian seorang ayah dan bunda terhadap anaknya.

Masih terkait dengan perilaku sang mahasiswi terhadap ibunya. Ketika telah menjadi mahasiswi, dimana kehidupan dunia kampus begitu panas dengan dunia cinta-cinta dan pacaran. Lelaki dan wanita telah biasa bersama-sama, mesikipun belum menikah. Bahkan, berdua-duaan hingga larut malam tidak menjadi masalah, mesikipun mereka tahu kalau faktor itu dilarang agama dan juga melukai hati kedua orangtuanya.

Ketika diingatkan orangtuanya, alias saudara-saudaranya mahasiswi itu rutin menjawab:’’aku tidak pacaran, aku cuma kawan biasa…! Padahal semua orang tahu, kalau dia itu berpacaran dan telah menodai agama dan petuah orangtuanya.

Setiap hari, mahasiswi ini rutin menampakkan sikap yang tidak patuh terhadap Ibunya. Padahal sang Bunda pontang panting mencari duit untuk anggaran kuliah dan uang saku. Ratusan juta telah dikeluarkan untuk mendampingi putrinya meraih cita-citanya. pengornanan kedua orang tua diibaratkan ’’kepala di jadikan kaki, kaki dijadikan kepala demi masa depan anak-anaknya’’.

Tetapi, sebab dunia kampus begitu keras dan panas dengan segala persaingan cinta. Maka, nasehat orangtua seringkali ditinggalkan, bahkan tidak sempat diduga sama sekali. Sebab, cinta itu telah membutakan dirinya. Bahkan terus hari hubungan dengan lawan jenisnya terus akrab, jadi nyaris membahayakan sebagai seorang wanita muslimah. Tidak ada tutorial lain bagi orangtuanya, kecuali segera menikahkan keduanya dari pada wajib menderita setiap menyaksikan putri dan lelaki itu rutin berdua kemana-mana tanpa ikatan nikah.

Akhirnya, menikahlah kedua pasangan yang sedang dimabuk asmara itu. Seusai menikah, keduanya terkesan bahagia, sebab kedua merasakan bahwa pasangannya merupakan opsi tuhan. Terbukti benar begitu. Tetapi, keduanya tidak merasa bahwa selagi ini telah menyakiti hati kedua orangtua yang selagi ini mengorbankan jiwa dan raga atas kelahirannya dan menyekolahkan dengan anggaran yang lumayan mahal.

Setahun kemudian, sang putri hamil. Ketika melahirkan, terjadi pendarahan yang begitu hebat. Beberapa tutorial telah dokter perbuat untuk menyelamatkan putrinya. Nyatanya darah tetap deras mengalir. Orangtua terus menerus beristighfar terhadap ALLAH SWT, memohonkan ampun terhadap ALLAH SWT atas kesalahan-kesalahan yang selagi ini dilakukan oleh putrinya. Tetapi, darah itu tetap saja mengalir deras, seolah-olah tidak mau berhenti.

Sang Bunda yang selagi ini tidak jarang dikecewakan oleh putrinya, akhirnya melakukan tutorial aneh, unik, termasuk nekad. Sebab tutorial ini tidak lazim dilakukan. Alangkah terkejut anak dan menantunya, darah yang mengalir di ambil dan membasuhkan ke mukanya berkali-kali. Sambil berlinang air mata, bunda itu terus membasuhkan dara nifas sang putri ke mukanya. Dengan ijin ALLAH SWT, tiba-tiba darah nifas itu berhenti (mampet). Orangtua mau melakuan ini demi putrinya, sementara sang putri tetap belum merasakan kalau dia telah melukai hati sang Bunda salama ini.

Lagi-lagi, keajaiban muncul. Keikhlasan dan ketulusan seorang Bunda di dalam mengorbankan dia tidak ada batasan. Adakah kalimat yang lebih indah dan pantas untuk diucapkan terhadap orangtua? Ketulusan Bunda dan ayah sanggup menggegerkan penduduk langit. Para malaikat pun mengucapkan amin, ketika ayah bunda berdoa untuk anak-anaknya. Kemudian, adakah pengabdian anak yang lebih besar melebihi pengabdian ayah bunda?