Sebab serta Argumen Wanita Dibolehkan Meminta Cerai

Tausiah Islam - Sesungguhnya tujuan mutlak dalam pernikahan merupakan
terbentuknya keluarga yang sakinah, mawadah serta rahmah semacam yang telah diterangkan Allah dalam Firmannya.
Baca Juga : Kemenag: Umat Islam Tak Perlu Ikut Merayakan Tahun Baru

Sebab serta Argumen Wanita Dibolehkan Meminta Cerai

Wanita Dibolehkan Meminta Cerai

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dirinya menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, agar kalian cenderung serta merasa tenteram kepadanya, serta dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih serta sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu sangatlah tersedia tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Ruum : 21)
Baca Juga : Padukan Hijab dengan Tank Top, Artis Lebanon Dikecam

Akan tetapi dalam berbagai kondisi serta keadaan, Islam juga telah memberikan solusi serta jalan bagi mereka yang tak sanggup menemukan kebahagiaan dalam berumah tangga dengan tutorial yang dihalal meskipun faktor tersebut dibenci, yaitu cerai. Dalam istilah fiqihnya talak (khusus untuk pihak suami) serta khuluk (bagi sang istri)

Para ulama telah menyatakan perkara-perkara yang membolehkan seorang wanita meminta khulu’ (pisah) dari suaminya.

Diantara perkara-perkara yang membolehkan sang istri untuk menggugat cerai tersebut merupakan

Apabila suami dengan sengaja serta jelas dalam tindakan serta tingkah lakunya telah membenci istrinya, tetapi suami tersebut sengaja tak mau menceraikan istrinya.
Perangai alias sikap seorang suami yang suka mendholimi istrinya, contohnya suami suka menghina istrinya, suka menganiaya, mencaci maki dengan perkataan yang kotor.
Seorang suami yang tak menjalankan kewajiban agamanya, semacam contoh seorang suami yang gemar berbuat dosa, suka minum bir (khomr), suka berjudi, suka berzina (selingkuh), suka meninggalkan shalat, serta seterusnya
Seorang suami yang tak melaksanakan hak ataupun kewajibannya terhadap sang istri.Seperti contoh sang suami tak mau memberikan nafkah terhadap istrinya, tak mau membelikan kebutuhan (primer) istrinya semacam pakaian, makan dll padahal sang suami sanggup untuk membelikannya.
Seorang suami yang tak sanggup menggauli istrinya dengan baik, semacam seorang suami yang cacat, tak sanggup memberikan nafkah batin (jimak), alias apabila dirinya seorang yang berpoligami dirinya tak adil terhadap istri-istrinya dalam mabit (jatah menginap), alias tak mau, jarang, enggan untuk memenuhi hasrat seorang istri sebab lebih suka terhadap yang lainnya.
Hilangnya berita mengenai kehadiran sang sang suami, apakah sang suami telah meninggal alias tetap hidup, serta terputusnya berita tersebut telah berlangsung selagi berbagai tahun. Dalam salah satu riwayat dari Umar Radhiyallahu’anhu, tak lebih lebih 4 tahun.

 ما روي عن عمر رضي الله عنه ، أنه جاءته امرأة فقد زوجها ، فقال: تربصي أربع سنين ، ففعلت ، ثم أتته فقال : تربصي أربعة أشهر وعشراً ، ففعلت ، ثم أتته فقال : أين ولي هذا الرجل؟ فجاؤوا به ، فقال: طلقها ، ففعل ، فقال عمر: تزوجي من شئت . رواه الأثرم والجوزجاني والدارقطني

Diriwayatkan dari Umar Ra bahwasanya telah datang seorang wanita kepadanya yang kehilangan berita mengenai kehadiran suaminya. Lantas Umar berkata: tunggulah selagi empat tahun, serta wanita tersebut melakukannya. Kemudian datang lagi (setelah empat tahun). Umar berkata: tunggulah (masa idah) selagi empat bulan sepuluh hari. Kemudian wanita tersebut melakukannya. Serta saat datang kembali, Umar berkata: siapakah wali dari lelaki (suami) perempuan ini? kemudian mereka mendatangkan wali tersebut serta Umar berkata: “ceraikanlah dia”, lalu diceraikannya. Lantas Umar mengatakan terhadap wanita tersebut: “Menikahlah (lagi) dengan laki-laki yang kalian kehendaki”. (HR Ad-Dar qutni)

Jika sang istri membenci suaminya bukan sebab adab yang buruk, serta juga bukan sebab agama suami yang buruk. Bakal tetapi sang istri tak dapat mencintai sang suami sebab kekurangan pada jasadnya, semacam cacat, alias suami yang kurang baik rupa. Serta sang wanita khawatir tak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri jadi tak dapat menunaikan hak-hak suaminya dengan baik.
“Bahwasanya istri Tsaabit bin Qois mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta berkata, “Wahai Rasulullah, suamiku Tsaabit bin Qois tidaklah aku mencela akhlaknya serta tak pula agamanya, bakal tetapi aku takut berbuat kekufuran dalam Islam”. Jadi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apakah engkau (bersedia) mengembalikan kebunnya (yang ia berbagi sebagai maharmu-pen)?”. Jadi ia berkata, “Iya”. Rasulullah pun mengatakan terhadap Tsaabit, “Terimalah kembali kebun tersebut serta ceraikanlah ia !” (HR Al-Bukhari no 5373)