Prasangka Buruk

Tausiah Islam - Di sebuah negeri zaman dulu kala, seorang pelayan
raja tampak gelisah. Ia bimbang kenapa raja tidak sempat adil terhadap dirinya. Hampir tiap hari, dengan cara bergantian, pelayan-pelayan lain bisa hadiah. Mulai dari cincin, kalung, uang emas, sampai perabot antik. Sementara dia tidak.
Baca Juga : Susunan Al-QUr'an dalam pandangan matematika


Prasangka Buruk

Jauhi Prasangka Buruk

Hanya dalam berbagai bulan, hampir semua pelayan berubah kaya. Ada yang mulai membiasakan diri berpakaian sutera. Ada yang menggunakan cincin di dua jari manis, kiri serta kanan. Dan, hampir tidak seorang pun yang datang ke istana dengan berlangsung kaki semacam dulu. Semuanya datang dengan kendaraan. Mulai dari berkuda, sampai dibekali dengan kereta serta kusirnya.
Baca Juga : Ummul Quro (Makkah): Kota Tertua Dunia

Ada perubahan lain. Para pelayan yang sebelumnya betah berlama-lama di istana, mulai pulang cepat. Begitu pun dengan kedatangan yang tidak sepagi dulu. Tampaknya, mereka mulai sibuk dengan urusan masing-masing.

Cuma satu pelayan yang tetap miskin. Anehnya, tidak ada penjelasan sedikit pun dari raja. Kenapa beliau begitu tega, justru terhadap pelayannya yang paling setia. Kalau yang lain mulai enggan mencuci baju dalam raja, si pelayan miskin ini rutin bisa.

Hingga sebuah hari, kegelisahannya tidak lagi terbendung. "Rajaku yang terhormat!" ucapnya sambil bersimpuh. Sang raja pun mulai memperhatikan. "Saya mau undur diri dari pekerjaan ini," sambungnya tanpa ragu. Tapi, ia tidak berani menatap wajah sang raja. Ia mengira, sang raja bakal mencacinya, memarahinya, bahkan menghukumnya. Lama ia tunggu.

"Kenapa kalian ingin undur diri, pelayanku?" ujar sang raja kemudian. Si pelayan miskin itu diam. Tapi, ia wajib bertarung melawan takutnya. Kapan lagi ia bisa mengeluarkan isi hati yang telah tidak lagi terbendung. "Maafkan saya, raja. Menurut saya, raja telah tidak adil!" jelas si pelayan, lepas. Serta ia pun pasrah menanti titah tuan raja. Ia yakin, raja bakal membunuhnya.



Lama ia menunggu. Tapi, tidak sepatah kata pun keluar dari mulut raja. Pelan, si pelayan miskin ini memberanikan diri untuk mendongak. Serta ia pun terkejut. Ternyata, sang raja menangis. Air matanya menitik.

Beberapa hari seusai itu, raja dikabarkan wafat. Seorang kurir istana memberi tau sepucuk surat ke sang pelayan miskin. Dengan penasaran, ia mulai membaca, "Aku sayang kamu, pelayanku. Aku hanya ingin rutin dekat denganmu. Aku tidak ingin ada penghalang antara kita. Tapi, kalau kau terjemahkan cintaku dalam bentuk benda, kuserahkan separuh istanaku untukmu. Ambillah. Itulah wujud sebagian kecil sayangku atas loyalitas serta ketaatanmu."

***

Betapa nasib itu memberikan warna-warni yang beraneka ragam. Ada susah, ada senang. Ada tawa, ada tangis. Ada suasana mudah. Dan, tidak jarang sulit.

Sayangnya, tidak semua hamba-hamba Yang Maha Diraja bisa meluruskan sangka. Ada kegundahan di situ. Kenapa loyalitas yang selagi ini tercurah, siang serta malam; tidak sempat membuahkan bahagia. Kenapa yang setia serta taat pada Raja, tidak bisa apa pun. Sementara yang main-main bisa begitu kaya.

Karena itu, kenapa tidak kami coba untuk sesekali menatap ‘wajah’Nya. Pandangi cinta-Nya dalam keharmonisan alam raya yang tidak sempat jenuh melayani nasib manusia, menghantarkan si pelayan setia terhadap nasib yang nanti lebih bahagia.

Pandanglah, insya Allah, kami bakal mendapati jawaban kalau Sang Raja begitu sayang pada kita.