Gara-Gara Ngintip, Pria Ini Masuk Surga !

Dikisahkan dari sahabat Nabi Muhammad SAW yang bernama
Tsalabah bin Abdul Rahman ra. Beliau adalah sahabat Nabi yang sholeh dan mulia, berasal dari kaum Anshar. Sejak masuk Islam sahabat ini selalu setia melayani Rasulullah SAW.
Baca Juga : Makan Dan Minum Didalam Islam

Gara-Gara Ngintip, Pria Ini Masuk Surga !


Pernah suatu ketika di dalam sebuah perjalanan beliau  secara tidak sengaja melwati sebuah tempat di mana ada wanita Anshar juga yang sedang mandi. Kebetulan pintu rumah wanita tersebut tidaklah begitu tertutup rapat.  Sesaat sahabat Tsalabah bin Abdul Rahman terpesona menyaksikan pemandangan tersebut.  Ketika sadar akan perbuatannya itu, tiba-tiba rasa takutnya
akan Allah Swt muncul seketika. Ketakutan yang amat sangat langsung menyelimutinya. Takut dan rasa malu jika Nabi SAW mengetahui perbuatannya, apalagi jika  turun wahyu yang menjelaskan perbuatan maksiatnya tersebut.

Karena itu ia kemudia lari dari kota Madinah dan menyembunyuikan diri di antara  pegunungan antara Madinah dan Makkah. Beliau mencapai pegunungan tersebut , dan tinggal di sana selama 40 hari dengan hari-hari dipenuhi rasa penyeselan dan senantiasa bertaubat dan menangis kepada Allah Swt.


 Nabi SAW yang merasa kehilangan sahabatnya yang selalu melayani beliau tersebut. Beliau terus tiada henti mencari-carinya dan menanyakan kepada para sahabat lainnya, tetapi tidak ada seorangpun yang mengetahuinya. Setelah 40 hari berlalu tidak ditemukan, Malaikat Jibril datang kepada beliau dan memberitahukan jika sahabat  Tsa'labah berada di pegunungan antara Madinah dan Makkah. Maka Nabi SAW menyuruh Umar bin Khaththab dan Salman al Farisi untuk mencari dan membawa Tsa'labah pulang ke Madinah.

Dua orang sahabat tersebut kemudian pergi ke tempat yang ditunjukkan Rasulullah SAW, tetapi ternyata tempat tersebut tidak mudah untuk ditemukan. Pada suatu hari, mereka bertemu dengan seorang penggembala bernama Dzufafah, dan mereka menanyakan keberadaan Tsa'labah yang menghilang tersebut. Dzufafah berkata, "Mungkin yang kalian maksudkan, adalah pemuda yang ingin lari dari Neraka Jahanam??"

"Bagaimana engkau tahu ia ingin lari dari Jahanam?" Tanya Umar.

"Jika tengah malam menjelang, ia keluar dari kumpulan kami menuju ke atas bukit. Sambil meletakkan tangannya di kepala, ia menangis dan berkata, : Duhai, seandainya Engkau mencabut ruhku di antara berbagai ruh, jasadku di antara berbagai jasad, janganlah Engkau menelanjangiku di hari pengadilan Kiamat kelak...!!"

"Itulah orang yang kami cari…!!" Kata Umar dan Ammar serentak.

Dzufafah lalu mengantar kedua sahabat tersebut ke tempat di mana Tsa'labah berada. Ketika telah bertemu, dan Umar menyampaikan salam Nabi SAW serta tugas yang diberikan kepada mereka, Tsa'labah berkata, "Apakah Rasulullah SAW mengetahui dosaku?"

"Aku tidak tahu," Kata Umar, "Tetapi beliau menyebut namamu dengan lirih dan sembunyi-sembunyi kemudian mengutusku dan Salman untuk menjemputmu…!!"

Kata Tsa'labah,  "Wahai Umar, Janganlah engkau pertemukan aku dengan Rasulullah SAW, kecuali saat beliau sedang shalat, atau Bilal sedang mengucapkan : Qad iqamatish shalah!!"

“Baiklah!!” Kata Umar.

Mereka bertiga kembali ke Madinah. Ketika sampai Madinah, Rasulullah Saw sedang memimpin shalat berjamaah. Maka shalatlah mereka, namun Tsalabah ra masih dengan rasa berdosanya, memilih shaf paling belakang. Berhari-hari lamanya Tsa’labah menahan kerinduan untuk mendengar dan menatap wajah yang penuh mulia tersebut, tetapi ia juga dilanda ketakutan dan kekhawatiran akan kemarahan Nabi SAW karena perbuatan dosanya. Konflik perasaan yang begitu hebat mencapai puncaknya ketika ia melihat dan mendengar suara Nabi SAW secara langsung, sehingga ia jatuh pingsan.


Setelah mengucap salam menutup shalatnya, Nabi SAW melihat keberadaan Umar dan Salman, dan keduanya membawa beliau kepada Tsa'labah yang sedang pingsan. Nabi SAW meletakkan kepalanya di pangkuan beliau dan beusaha menyadarkannya.

 Begitu sadar, beliau bersabda, "Apa yang membuatmu lari dariku, wahai Tsa'labah!!"

"Dosaku, ya Rasulullah," Kata Tsa'labah.

"Maukah engkau kuajarkan suatu ayat yang bisa menghapuskan dosa dan kesalahan?" Kata Nabi SAW.

Tsa'labah mengiyakan, dan beliau bersabda, "Ucapkanlah : Allahumma rabbanaa aatinaa fid dunya hasanah, wa fil aakhirati hasanah, waqinaa adzaabannar."

"Ya Rasulullah, dosaku lebih besar daripada itu…!!"
"Tetapi Kalamullah pastilah lebih besar..." Kata Nabi SAW meyakinkannya.

Tsa'labah tidak menjawab lagi, karena masih bimbang. Bukan karena ia tidak percaya dengan ucapan bagida nabi Rasulullah SAW, tetapi karena ia merasa dosanya begitu besarnya, sehingga Allah tidak akan mudah begitu saja mengampuni dosanya. Melihat keadaannya tersebut, Nabi SAW kemudian menyuruh Tsa'labah pulang ke rumah, namun sampai di rumah ternyata beliau langsung  jatuh sakit.

Setelah tiga hari menderita sakit dan tidak kunjung bangkit dari tempat tidurnya, Salman melaporkan keadaan Tsa'labah kepada Nabi SAW. Beliau kemudian  mengajaknya mengunjungi rumahnya, dan setibanya di sana, beliau meletakkan kepala Tsa'labah di pangkuan beliau, tetapi Tsa'labah menarik kepalanya. Nabi SAW berkata, "Mengapa engkau menarik kepalamu dari pangkuanku, ya Tsa'labah!!"
"Karena penuh dosa, ya Rasulullah…!" Kata Tsa’labah.
"Apa yang engkau rasakan?"
"Ya Nabiyallah, aku merasa seperti ada semut-semut yang merayap di sekujur kulit dan tulangku!" Kata Tsa'labah.
"Apa yang engkau inginkan?" Tanya Nabi SAW.
"Ampunan Allah…!!"

Kemudian turunlah Jibril as kpd Nabi Saw dengan membawa wahyu dr Allah Swt,

“Andaikata hamba-Ku ini meghadap-Ku dengan kesalahannya sepenuh bumi, Aku akan
menyambutnya dengan ampunan-Ku sepenuh bumi pula.”

Nabi Saw menyampaikan wahyu tersebut kepada Tsalabah ra, dan seketika ia terpekik dan berteriak keras penuh ketakutan dan seketika meninggal dunia.

Nabi SAW mengajak beberapa sahabat mengurus jenazahnya, bahkan beliau sendiri yang memandikan dan mengkafaninya. Usai dishalatkan, beliau ikut memikul jenazahnya ke kuburnya, tetapi beliau berjalan sambil berjingkat. Beberapa sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, kami melihat engkau berjalan berjingkat, ada apakah kiranya?"

Nabi SAW bersabda, "Aku hampir tidak dapat meletakkan kakiku di tanah karena banyaknya malaikat yang ikut ta'ziah dan mengiring jenazahnya…!"


Kisah Tsalabah ra, seorang sahabat yang mulia, memberikan pelajaran kepada kita semua beberapa hikmah yang mulia. Yang dianggap sebagai dosa besar bagi Tsalabah adalah SECARA TAK SENGAJA melihat seorang wanita yang sedang mandi. Ketidaksengajaan inilah yang memicu penyesalan dan taubat dari Tsalabah ra. Sedemikian mulia akhlakmu, hai Tsalabah!

Rasa penyesalan yang penuh dengan sujud dan tangis selama 40 hari. Hingga kemudian Allah Swt
menunjukkan Kasih sayang-Nya dengan mengirim Jibril as untuk mengabarkan mengenai Tsalabah ra yang berada di atas pegunungan, ditempatnya sedang bertobat. Bahkan setelah dijemput, Tsalabah ra masih dalam nuansa penyesalan dan takut yang membuatnya pingsan ketika mendengar ayat Allah yang dibacakan oleh Rasulullah Saw dalam shalatnya. Penyesalan yang kemudian menyebabkan sakitnya Tsalabah ra, hingga Allah Swt menegaskan keagungan-Nya dan ampunan-Nya kepada Tsalabah ra.

Dan mari kita renungkan bersama perjalanan taubatnya Tsalabah ra. Yang pertama  adalah
ketakutan akan kuasa Allh Swt. Rasa takut akan kuasa Allah Swt mencerminkan betapa
Tsalabah ra adalah manusia yang ihsan, dimana ia tahu dan yakin walaupun tidak ada
seorang pun yang bersamanya saat itu, namun Allah Swt ada dan mengetahui apa yang
dilakukannya. Takutnya Tsalabah ra akan azab Allah Swt atasnya segera menuntunnya ke langkah selanjutnya, yaitu penyesalan.


 Tahap terakhir yaitu ampunan dari Allah Swt atas Tsalabah ra. Terlihat betapa
Allah Swt mencintai hamba-hamba-Nya yang bertobat dan kembali kepada-Nya. Jika
seorang hamba sudah bertobat dan datang kepada Allah membawa kesalahan seisi dunia, maka akan disambut-Nya dengan ampunan seisi dunia pula. Yaa Allah, subhanaka yaa Ghofururrahim.

Ampunan dari Allah SWT adalah adalah nikmat dan rezeki yang sungguh sangat luar biasa yang seringkali dilupakan. Allah Swt membuka pintu taubat selapang-lapangnya bagi hamba-Nya yang ingin kembali kepada-Nya. Selama hamba-Nya tidak mempersekutukan Allah Swt, maka nikmat taubat itu ada untuknya.

Sungguh sangat merugilah manusia yang lalai menikmati rezeki taubat dari Allah Swt dan tanpa tedeng aling-aling. Sebuah kehinaan jika memohon ampunan atau maaf dari sesama manusia, namun adalah sebuah kemuliaan untuk memohon ampun dari Allah Swt dengan sebaik-baiknya permohonan.
Baca Juga : Makan Sambil Bersandar Ternyata Berbahaya !!! WAJIB BACA

Dikisahkan oleh Jabir bin Abdullah Al-Anshari, dikutip dr mukhatashar Kitabit-Tawwabiin yang ditulis oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisy.